PEMBELAJARAN QUANTUM
SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN
Oleh Djoko Saryono
(Dosen Universitas Negeri
Malang)
Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai
bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang
berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan
oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai
bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau
melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga
hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan
kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan
temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan
pengajaran membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada
sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai
permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran
menuntut diupayakannya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi
pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil
pembelajaran dapat makin baik dan meningkat
Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan
hasil pembelajaran – di samping juga menyelaraskan dan menyerasikan proses
pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di pelbagai
bidang – falsafah dan metodologi pembelajaran senantiasa dimutakhirkan,
diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan
pendidikan-pengajaran-pembelajaran. Oleh karena itu, falsafah dan metodologi
pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan atau diterapkan dalam
proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam dunia yang lepas kendali
atau berlari tunggang-langgang (runway world – istilah Anthony Giddens)
sekarang, falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan
berganti, bahkan bermunculan secara serempak; satu falsafah dan metodologi
pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti
(dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi
pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara
serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.
Tidak mengherankan, dalam
beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan
metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau
sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh
sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan
dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di
sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (contextual teaching
and learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning),
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran
interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning).
Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan
metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih
populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia
berkat penerbitan beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA
Bandung [Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching]
– di samping berkat upaya popularisasi yang dilakukan oleh perbagai pihak
melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih
banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama
terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar
pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum
dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Sejalan dengan itu,
tulisan ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran kuantum secara relatih utuh
dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya
secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran
lainnya – yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia.
Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan (1) latar belakang atau sejarah
kemunculan pembelajaran kuantum, (2) akar-akar atau dasar-dasar teoretis dan
empiris yang membentuk bangun pembelajaran kuantum, dan (3) pandangan-pandangan
pokok yang membentuk karakteristik pembelajaran kuantum dan (4) kemungkinan
penerapan pembelajaran kuantum dalam berbagai bidang terutama bidang pengajaran
sekolah. Paparan ini lebih merupakan rekonstruksi pembelajaran kuantum yang didasarkan
atas pemahaman dan persepsi penulis sendiri daripada resume atau
rangkuman atas pikiran-pikiran pencetusnya.
LATAR BELAKANG KEMUNCULAN
Tokoh utama di balik
pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang
kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua
bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis,
pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982
DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di
SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara
Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp
sendiri didirikan atau
dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian
pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan
dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki,
Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana
mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di
SuperCamp selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. “Metode ini dibangun
berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap 25 ribu siswa dan sinergi
pendapat ratusan guru di SuperCamp”, jelas DePorter dalam Quantum Teaching
(2001: 4). “Di SuperCamp inilah prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum
Learning menemukan bentuknya”, ungkapnya dalam buku Quantum Learning
(1999:3).
Pada tahap awal
perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu
meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau
ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran
untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas.
Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta kepada DePorter untuk
mengadakan program program pembelajaran kuantum bagi mereka. “Mereka telah
melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak mereka,
dan mereka ingin belajar untuk menerapkan teknik dan prinsip yang sama dalam
hidup dan karier mereka sendiri – perusahaan komputer, kantor pengacara, dan
tentu agen-agen realestat mereka. Demikian lingkaran ini terus bergulir”, papar
DePorter dalam Quantum Business (2001:27). Demikianlah, metode
pembelajaran kuantum merambah berbagai tempat dan bidang kegiatan manusia,
mulai lingkungan pengasuhan di rumah (parenting), lingkungan bisnis,
lingkungan perusahaan, sampai dengan lingkungan kelas (sekolah). Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan
metodologi pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan
bagi pengajaran di sekolah.
Falsafah dan metodologi
pembelajaran kuantum yang telah dikembangkan, dimatangkan, dan diujicobakan
tersebut selanjutnya dirumuskan, dikemukakan, dan dituliskan secara utuh dan lengkap dalam buku Quantum
Learning: Unleashing The Genius in You. Buku ini diterbitkan pertama kali
pada tahun 1992 oleh Dell Publishing New York. Pada tahun 1999 muncul
terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit KAIFA
Bandung dengan judul Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan). Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike Hernacki –
mitra kerja DePorter yang mantan guru dan pengacara – tersebut memaparkan
pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang membentuk bangun
pembelajaran kuantum. Pandangan-pandangan umum dan prinsip-prinsip dasar yang
termuat dalam buku Quantum Learning selanjutnya diterapkan,
dipraktikkan, dan atau diimplementasikan dalam lingkungan bisnis dan kelas
(sekolah). Penerapan, pemraktikan, dan atau pengimplementasian pembelajaran
kuantum di lingkungan bisnis termuat dalam buku Quantum Business: Achieving
Success Through Quantum Learning yang terbit pertama kali pada tahun 1997
dan diterbitkan oleh Dell Publishing, New
York. Buku yang ditulis oleh DePorter bersama Mike
Hernacki ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Basyrah Nasution
dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA Bandung pada tahun 1999 dengan judul Quantum
Business: Membiasakan Berbisnis secara Etis dan Sehat. Sementara itu,
penerapan, pemraktikkan, dan pengimplementasian pembelajaran kuantum di
lingkungan sekolah (pengajaran) termuat dalam buku Quantum Teaching:
Orchestrating Student Success yang terbit pertama kali tahun 1999 dan
diterbitkan oleh Penerbit Allyn and Bacon, Boston. Buku yang ditulis oleh
DePorter bersama Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie ini sudah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia oleh Ary Nilandari dan diterbitkan oleh Penerbit KAIFA
Bandung pada tahun 2000 dengan judul Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-ruang Kelas.
Dapat dikatakan bahwa ketiga buku tersebut laris (best-seller)
di pasar. Lebih-lebih terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa
Indonesia buku Quantum Learning dalam tempo tiga tahun sudah cetak ulang
tiga belas kali; buku Quantum Business sudah cetak ulang lima kali dalam
tempo dua tahun; dan buku Quantum Teaching sudah cetak ulang tiga kali
dalam tempo satu tahun. Hal tersebut sekaligus memperlihatkan betapa populer
dan menariknya falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum di Indonesia dan bagi komunitas masyarakat Indonesia.
Popularitas dan kemenarikan pembelajaran kuantum makin tampak kuat-tinggi
ketika frekuensi penyelenggaraan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan
pengujicobaan pembelajaran kuantum di Indonesia makin tinggi.
AKAR-AKAR LANDASAN
Meskipun dinamakan pembelajaran kuantum, falsafah
dan metodologi pembelajaran kuantum tidaklah diturunkan atau ditransformasikan
secara langsung dari fisika kuantum yang sekarang sedang berkembang pesat. Tidak pula ditransformasikan dari prinsip-prinsip
dan pandangan-pandangan utama fisika kuantum yang dikemukakan oleh Albert
Einstein, seorang tokoh terdepan fisika kuantum. Jika ditelaah atau
dibandingkan secara cermat, istilah kuantum [quantum] yang melekat pada
istilah pembelajaran [learning] ternyata tampak berbeda dengan konsep
kuantum dalam fisika kuantum. Walaupun demikian, serba sedikit tampak juga
kemiripannya. Kemiripannya terutama terlihat dalam konsep kuantum. Dalam fisika
kuantum, istilah kuantum memang diberi konsep perubahan energi menjadi cahaya
selain diyakini adanya ketakteraturan dan indeterminisme alam semesta.
Sementara itu, dalam pandangan DePorter, istilah kuantum bermakna
“interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya” dan istilah
pembelajaran kuantum bermakna “interaksi-teraksi yang mengubah energi menjadi
cahaya karena semua kehidupan adalah energi”. Di samping itu, dalam
pembelajaran kuantum diyakini juga adanya keberagaman dan intedeterminisme.
Konsep dan keyakinan ini lebih merupakan analogi rumus Teori Relativitas
Einstein, bukan transformasi rumus Teori Relativitas Einstein. Hal
ini makin tampak bila disimak pernyataan
DePorter bahwa “Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah massa
kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Mungkin Anda
sudah pernah melihat persamaan ini ditulis sebagai E=mc2. Tubuh kita
secara fisik adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”
(1999:16). Jelaslah di sini bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kuantum bukan penurunan,
adaptasi, modifikasi atau transformasi prinsip-prinsip fisika kuantum,
melainkan hanya sebuah analogi prinsip relativitas Einstein, bahkan
analogi term/konsep saja. Jadi, akar landasan pembelajaran kuantum bukan
fisika kuantum.
Pembelajaran
kuantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang
jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan
pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan
konstruk awal pembelajaran kuantum. Hal ini diakui sendiri oleh DePorter. Dalam
Quantum Learning (1999:16) dia mengatakan sebagai berikut.
Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepartan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami
sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan
strategi belajar yang lain, seperti:
·
Teori
otak kanan/kiri
·
Teori
otak triune (3 in 1)
·
Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
·
Teori
kecerdasan ganda
·
Pendidikan
holistik (menyeluruh)
·
Belajar
berdasarkan pengalaman
·
Belajar
dengan simbol
·
Simulasi/permainan
Sementara itu, dalam Quantum Teaching
(2000:4) dikatakannya sebagai berikut.
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan
metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp.
Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning
(Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic
Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic
Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of
Effective Instruction (Hunter).
Dua kutipan tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa ada
bermacam-macam akar pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran
kuantum. Pelbagai akar pandangan dan pikiran itu diramu, bahkan disatukan dalam
sebuah model teoretis yang padu dan utuh hingga tidak tampak lagi asalnya –
pada gilirannya model teoretis tersebut diujicobakan secara sistemis sampai
ditemukan bukti-bukti empirisnya.
Di antara berbagai akar
pandangan dan pikiran yang menjadi landasan pembelajaran kuantum yang
dikemukakan oleh DePorter di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa
pandangan-pandangan teori sugestologi atau pembelajaran akseleratif Lozanov,
teori kecerdasan ganda Gardner, teori pemrograman neurolinguistik (NLP) Grinder
dan Bandler, dan pembelajaran eksperensial [berdasarkan pengalaman] Hahn serta
temuan-temuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan
mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok [profil] pembelajaran kuantum.
Teori kecerdasan ganda, teori pemograman neurolinguistik, dan temuan-temuan
mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan dasar
pembelajaran kuantum mengenai kemampuan manusia selaku pembelajar – khususnya
kemampuan otak dan pikiran pembelajar. Selain itu, dalam batas tertentu teori dan
temuan tersebut juga berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum
tentang perancangan, penyajian, dan pemudahan [fasilitasi] proses pembelajaran
untuk mengembangkan dan melejitkan potensi-diri pembelajar – khususnya
kemampuan dan kekuatan pikiran pembelajar. Sementara itu, pembelajaran
akseleratif, pembelajaran eksperensial, dan pembelajaran kooperatif sangat
berpengaruh terhadap pandangan dasar pembelajaran kuantum terhadap kiat-kiat
merancang, menyajikan, mengelola, memudahkan, dan atau mengorkestrasi proses
pembelajaran yang efektif dan optimal – termasuk kiat memperlakukan
faktor-faktor yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
KARAKTERISTIK UMUM
Walaupun memiliki akar landasan bermacam-macam
sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kuantum memiliki karakteristik
umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik
umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.
·
Pembelajaran
kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba
sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang
pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan
dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum.
Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan
fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya
lebih bersifat kognitif daripada fisis.
·
Pembelajaran
kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”,
dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya.
Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar
diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman
dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai.
Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa
keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
·
Pembelajaran
kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris,
behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis,
nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat
dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan
filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun
demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu
mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan
pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan
optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
·
Pembelajaran
kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan
mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan
lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat
dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak
membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang
di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan
fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan
saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau
potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang
seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
·
Pembelajaran
kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan
bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi
telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum.
Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi,
frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses
pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan
bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah
pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.
Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari,
kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah
komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
·
Pembelajaran
kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf
keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai
lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran
harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan
dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan,
dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat
dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan,
lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya.
Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus
dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung
pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
·
Pembelajaran
kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan
keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran
menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan,
sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan
membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan
difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses
pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana
pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan
kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
·
Pembelajaran
kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan,
dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang
memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus
dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu
dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar,
terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman
yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya
membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya
membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak
lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu
dilakukan secara seimbang.
·
Pembelajaran
kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks
pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh,
lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang
dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur,
keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini
tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan
simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran.
Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan
pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang
dimainkan dalam sebuah orkestra.
·
Pembelajaran
kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan
[dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus
diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam
proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan
demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya
keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi
adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus
disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara
keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
·
Pembelajaran
kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses
pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang
bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu
yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran
hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai
dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya,
pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan
tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir
segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa
hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan
karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif
seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan
mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan
berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab
“Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita
mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan
cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum
Business (2000:54).
·
Pembelajaran
kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan
ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci
selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang
ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal
keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya
belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar
yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran.
Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar,
aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
·
Pembelajaran
kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung
lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
PRINSIP-PRINSIP UTAMA
Prinsip dapat berarti (1)
aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau dikenal dan (2) sebuah hukum,
aksioma, atau doktrin fundamental. Pembelajaran kuantum juga dibangun di atas
aturan aksi, hukum, aksioma, dan atau doktrin fundamental mengenai dengan
pembelajaran dan pembelajar. Setidak-tidaknya ada tiga macam prinsip utama yang
membangun sosok pembelajaran kuantum. Ketiga prinsip utama yang dimaksud
sebagai berikut.
1. Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah
Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia
Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar). Setiap bentuk interaksi
dengan pembelajar, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode pembelajaran
harus dibangun di atas prinsip utama tersebut. Prinsip tersebut menuntut
pengajar untuk memasuki dunia pembelajar sebagai langkah pertama pembelajaran
selain juga mengharuskan pengajar untuk membangun jembatan otentik memasuki
kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan
pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik tolaknya. Dengan
jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik dalam bentuk
memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang
lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik pembelajar maupun
pembelajar akan memperoleh pemahaman baru. Di samping berarti dunia pembelajar
diperluas, hal ini juga berarti dunia pengajar diperluas. Di sinilah Dunia
Kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. Inilah dinamika
pembelajaran manusia selaku pembelajar.
2. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip
bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki
lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord.
Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar
pembelajaran kuantum. Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini.
§ Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai
lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang
sampai sikap guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan
rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
§ Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi
menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik
pembelajar maupun pengajar harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu
bertujuan.
·
Sadarilah
bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika
pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa
yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat
dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa
ingin tahu.
·
Akuilah
Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko
besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari
kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya.
Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka
berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
·
Sadarilah
bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan
Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh
pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa
yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan
meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.
3. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip
bahwa pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata
lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena
itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran
kuantum. Ada delapan prinsip keunggulan – yang juga disebut delapan kunci
keunggulan – yang diyakini dalam pembelajaran kuantum. Delapan kunci keunggulan
itu sebagai berikut.
·
Terapkanlah
Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus,
dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini
dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan
belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi
puncak.
·
Akuilah
Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan
mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita
yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil.
Kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus dan diberi hukuman karena
kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar.
·
Berbicaralah
dengan Niat Baik
Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan keterampilan
berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur
dan langsung. Niat baik berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
motivasi belajar pembelajar.
·
Tegaskanlah
Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar
harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah
ditetapkan. Untuk itu, mereka perlu melakukan apa saja untuk menyelesaikan
pekerjaan. Di sinilah perlu dikembangkan slogan: Saya harus menyelesaikan
pekerjaan yang memang harus saya selesaikan, bukan yang hanya saya senangi.
·
Jadilah
Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa
tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
Karena itu, pengajar dan pembelajar harus bertanggung jawab atas apa yang
menjadi tugas mereka. Mereka hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan,
seseorang yang bertanggung jawab.
·
Tetaplah
Lentur
Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk
mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus pandai-pandai membaca lingkungan dan
suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana
diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran
bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian
mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
·
Pertahankanlah
Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi,
dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil
pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses
berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap
dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajar.
PANDANGAN TENTANG PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJAR
Selain memiliki
karakteristik umum dan prinsip-prinsip utama seperti dikemukakan di atas,
pembelajaran kuantum memiliki pandangan tertentu tentang pembelajaran dan
pembelajar. Beberapa pandangan mengenai pembelajaran dan pembelajar yang
dimaksud dapat dikemukakan secara ringkas berikut.
·
Pembelajaran
berlangsung secara aktif karena pembelajar itu aktif dan kreatif. Bukti
keaktifan dan kekreatifan itu dapat ditemukan dalam peranan dan fungsi otak
kanan dan otak kiri pembelajar. Pembelajaran pasif mengingkari kenyataan bahwa
pembelajar itu aktif dan kreatif, mengingkari peranan dan fungsi otak kanan dan
otak kiri.
·
Pembelajaran
berlangsung efektif dan optimal bila didasarkan pada karakteristik gaya belajar
pembelajar sehingga penting sekali pemahaman atas gaya belajar pembelajar.
Setidak-tidaknya ada tiga gaya belajar yang harus diperhitungkan dalam proses
pembelajaran, yaitu gaya auditoris, gaya visual, dan gaya kinestetis.
·
Pembelajaran
berlangsung efektif dan optimal bila tercipta atau terdapat suasana nyaman,
menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan sehingga kenyamanan, kesenangan,
kerileksan, dan kegairahan dalam pembelajaran perlu diciptakan dan dipelihara.
Pembelajar dapat mencapai hasil optimal bila berada dalam suasana nyaman,
menyenangkan, rileks, sehat, dan menggairahkan. Untuk itu, baik lingkungan
fisikal, lingkungan mental, dan suasana harus dirancang sedemikian rupa agar
membangkitkan kesan nyaman, rileks, menyenangkan, sehat, dan menggairahkan.
·
Pembelajaran
melibatkan lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau potensi diri
pembelajar secara serempak. Oleh karena itu, penciptaan dan pemeliharaan
lingkungan yang tepat sangat penting bagi tercapainya proses pembelajaran yang
efektif dan optimal. Dalam konteks inilah perlu dipelihara suasana positif,
aman, suportif, santai, dan menyenangkan; lingkungan belajar yang nyaman,
membangkitkan semangat, dan bernuansa musikal; dan lingkungan fisik yang
partisipatif, saling menolong, mengandung permainan, dan sejenisnya.
·
Pembelajaran
terutama pengajaran membutuhkan keserasian konteks dan isi. Segala konteks
pembelajaran perlu dikembangkan secara serasi dengan isi pembelajaran. Untuk
itulah harus diciptakan dan dipelihara suasana yang memberdayakan atau
menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan fisikal-mental yang mendukung,
dan rancangan pembelajaran yang dinamis. Selain itu, perlu juga diciptakan dan
dipelihara penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan
belajar yang merangsang untuk belajar, dan keterampilan hidup yang suportif.
·
Pembelajaran
berlangsung optimal bilamana ada keragaman dan kebebasan karena pada dasarnya
pembelajar amat beragam dan memerlukan kebebasan. Karena itu, keragaman dan
kebebasan perlu diakui, dihargai, dan diakomodasi dalam proses pembelajaran.
Keseragaman dan ketertiban (dalam arti kekakuan) harus dihindari karena
mereduksi dan menyederhanakan potensi dan karakteristik pembelajar. Potensi dan
karakteristik pembelajar sangat beragam yang memerlukan suasana bebas untuk
aktualisasi atau artikulasi.
PENUTUP
Berdasarkan paparan di
atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kuantum merupakan sebuah falsafah dan
metodologi pembelajaran yang umum yang dapat diterapkan baik di dalam
lingkungan bisnis, lingkungan rumah, lingkungan perusahanan, maupun di dalam
lingkungan sekolah (pengajaran). Secara konseptual, falsafah dan metodologi
pembelajaran kuantum membawa angin segar bagi dunia pembelajaran di Indonesia
sebab karakteristik, prinsip-prinsip, dan pandangan-pandangannya jauh lebih
menyegarkan daripada falsafah dan metodologi pembelajaran yang sudah ada (yang
dominan watak behavioristis dan rasionalisme Cartesiannya). Meskipun demikian,
secara nyata, keterandalan dan kebaikan falsafah dan metodologi pembelajaran
kuantum ini masih perlu diuji dan dikaji lebih lanjut. Lebih-lebih kemungkinan
penerapannya dalam lingkungan Indonesia baik lingkungan rumah, lingkungan
perusahaan, lingkungan bisnis maupun lingkungan kelas/sekolah (baca:
pengajaran). Khusus penerapannya di lingkungan kelas menuntut perubahan pola
berpikir para pelaksana pengajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan
struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran. Jika perubahan-perubahan
tersebut dapat dilakukan niscaya pembelajaran kuantum dapat dilaksanakan dengan
hasil yang optimal.
DAFTAR RUJUKAN
DePorter,
Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum
Business: Membiasakan Bisnis secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit
KAIFA.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie.
2001. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas.
Bandung: Penerbit KAIFA.
Dryden, Gordon dan Jeanette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Change the Way the World Learns. Selandia Baru: The Learning Web.
Giddens,
Anthony. 2001. Runway World. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.
Meier,
Dave. 2000. The Accelerated Learning Handbook. New York: McGraw-Hill.
Silberman,
Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any Subject.
Massachusetts: A Simon and Schuster Company.
0 comments:
Post a Comment