KODE ETIK PROFESI
KONSELOR INDONESIA
(ASOSIASI
BIMBINGAN KONSELING INDONESIA)

Oleh:
Prof. Dr. Syamsu Yusuf, LN dan tim
ASOSIASI BIMBINGAN DAN
KONSELING INDONESIA
2009
KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING
INDONESIA)
PENDAHULUAN
Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang beranggotakan
guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi pendidikan
akademik strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan Konseling dan
Program Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah
kemampuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan
pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli.
Konselor profesional memberikan
layanan berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian, mengkolaborasi dan
memberikan layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang yang setara dalam
meraih kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok
profesionalitas:
1.
Setiap individu memiliki hak
untuk dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan kesempatan untuk
memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Konselor memberikan pendampingan
bagi individu dari berbagai latar belakang kehidupan yang beragam dalam budaya;
etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan ekonomi; individu dengan
kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
2.
Setiap individu berhak
memperoleh informasi yang mendukung kebutuhannya untuk mengembangkan dirinya.
3.
Setiap individu mempunyai hak
untuk memahami arti penting dari pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut
akan mempengaruhi masa depannya.
4.
Setiap individu memiliki hak
untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan aturan hukum, kebijakan, dan
standar etika layanan.
Kode etik Profesi Konselor Indonesia memiliki
lima tujuan, yaitu:
1.
Melindungi konselor yang
menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
2.
Mendukung misi Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3.
Kode etik merupakan
prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4.
Kode etik membantu konselor
dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5. Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan
serta permasalahan yang datang dari
anggota asosiasi.
A. Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu.
Etika
Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah
perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau
tanggung jawabnya memberikan layanan
bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah
perilaku yang dimaksud adalah:
1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan
sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan
dan mengarahkan diri.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli,
melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu
yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai
yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan,
profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi
antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan
Konseling Indonesia merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan
diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh
pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota
(Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
B. Dasar Kode Etik Profesi
Bimbingan dan Konseling
1.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar
pendidik dan tenaga kependidikan)
4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru.
BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI
DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2. Berpendidikan profesi konselor (PPK).
B.
Kompetensi
Sosok utuh kompetensi
konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis
sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi
profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan seperti
tertera pada gambar berikut.

1. MEMAHAMI
SECARA MENDALAM KONSELI YANG HENDAK DILAYANI
1. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam
konteks kemaslahatan umum
2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis
serta perilaku konseli
2. MENGUASAI LANDASAN TEORETIK
BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Menguasai teori dan praksis pendidikan
2. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan
konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
3. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling
4. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan
konseling
3. MENYELENGGARAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING YANG MEMANDIRIKAN
1.
Merancang program
Bimbingan dan Konseling
2. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
3. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan
Konseling.
4.
Menguasai konsep dan
praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
4. MENGEMBANGKAN PRIBADI DAN PROFESIONALITAS SECARA
BERKELANJUTAN
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang
kuat
3. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika
profesional
4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan
dan konseling
6. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
C.
KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
1.
INFORMASI, TESTING DAN
RISET
a.
Penyimpanan dan
penggunaan Informasi
1) Catatan tentang diri konselispt; wawancara, testing,
surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia
dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2) Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan
riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.
3) Penyampaian informasi ttg konselikepada keluarganya atau
anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli
4) Penggunaan informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi
dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan
konselidan tidak merugikan konseli.
5) Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh
diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
b.
Testing
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang
berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
1)
Testing dilakukan
bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian
subyek untuk kepentingan pelayanan
2) Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan
orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3) Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau
petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut
4) Data
hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun
sumber lain
5) Hasil
testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn
usaha bantuan kepada konseli
c. Riset
1) Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari
hal yang merugikan subyek
2) Dalam melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai
subyek wajib dijaga kerahasiannya.
2.
PROSES
PELAYANAN
a. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
1)
Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn
konselor
2)
Konselisepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun
proses konseling belum mencapai hasil konkrit
3)
Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh
manfaat dari hubungan tersebut.
b.
Hubungan dengan Konseli
1)
Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.
2)
Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
3)
Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku,
bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
4)
Konselor tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan
pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
5)
Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan
darurat atau banyak orang menghendakinya.
6)
Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
7)
Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina
dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
8)
Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli.
BAB II
HUBUNGAN
KONSELING
A. KESEJAHTERAAN BAGI ORANG YANG DILAYANI
KONSELOR
Konselor
mendorong pertumbuhan dan perkembangan konseli dengan cara membantu
kesejahteraan konseli dan memajukan pembentukan hubungan yang sehat. Konselor
harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki
konseli yang sedang dilayani. Konselor harus mengeksplorasi identitas budaya
dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan dalam proses konseling.
Konselor
mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dengan
mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya.
1. TANGGUNG JAWAB KONSELOR
Tanggung jawab konselor adalah
menghargai dan meningkatkan kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal
tersebut maka konselor harus melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.
a. Tanggung jawab Konselor terhadap Siswa
1) Konselor memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dengan sikap respek.
2) Konselor secara penuh membantu konseli dalam
mengembangkan potensi atau kebutuhannya
(baik yang terkait dengan personal, sosial, pendidikan, maupun vokasional); dan
mendorong konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal.
3) Menahan diri dari upaya menorong siswa untuk
menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi
konselor sendiri.
4) Bertanggung jawab untuk memelihara hak-hak konseli.
5) Memelihara kerahasiaan data konseli.
6) Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan
konseli.
b. Tanggung Jawab Terhadap
Orang Tua
1) Melakukan hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan
orang tua siswa dalam memfasilitasi perkembangan siswa secara optimal.
2) Memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang
peranan konselor, terutama tentang hakikat hubungan konseling yang rahasia
antara konselor dan konseli.
3) Memberikan informasi yang akurat, komprehensif, dan
relevan dengan tujuan.
4) Melakukan sharing informasi tentang konseli.
c. Tanggung jawab terhadap Kolega/Pihak Sekolah
1) Membangun dan memelihara hubungan kooperatif dengan
kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah dalam rangka memfasilitasi
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
2) Menerima masukan pendapat atau kritikan dari kepala
sekolah, dan guru-guru sebagai dasar untuk mengembangkan atau memperbaiki
program Bimbingan dan Konseling.
d. Tanggung Jawab terhadap Dirinya Sendiri
1) Menyadari bahwa karakteristik pribadinya memberikan
dampak terhadap kualitas layanan konseling.
2) Memiliki pemahaman terhadap batas-batas kompetensi
yang dimilikinya, dan menerima tanggung jawab terhadap kegiatan yang
dilakukannya.
3) Berusaha secara terus menerus untuk mengembangkan
kompetensi (wawasan pengetahuan, dan keahlian) profesionalitas, dan kualitas
kepribadiannya.
e. Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi
1) Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya
Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan
profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli
2) Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan
jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud
lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk
yang tidak wajar.
BAB III
KERAHAASIAAN DALAM KOMUNIKASI DAN
HAL-HAL YANG BERSIFAT PRIBADI
Konselor
menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan
konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan
konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga
kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang
baik dan bisa diterima oleh konseli.
1. Menghargai hak-hak konseli
a. Kesadaran konselor akan keberagaman atau hal yang bersifat multikultural.
b. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut
kehidupan konseli.
c. Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli.
Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan
pertimbangan etis dan hukum.
d. Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan
ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal
ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.
2. Berbagi Informasi dengan pihak lain
a. Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor harus
memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli yang
diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan tenaga
sukarela.
b. Team Konselor, jika penanganan konseli melibatkan
sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli terlebih dahulu
diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa saja mengenai
dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
c.
Pihak
ketiga yang membiayai, konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga
mengenai konseli jika konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki
otoritas.
d. Memindahkan informasi rahasia, konselor
memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan komputer melalui surat elektronik, mesin fax,
telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya.
3. Rekaman Data Konseling
a. Kerahasiaan rekaman, terkait dengan proses dan
tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk rekaman
tersebut.
b. Izin untuk merekam, konselor meminta izin kepada
konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik maupun bentuk
lain.
c. Izin untuk observasi, konselor meminta izin dari
konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan pelatihan,
seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
d. Rekaman bagi Konseli, konselor hanya memberikan
salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor membatasi
pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya jika isi
rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi
konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya memberikan
salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan tidak
menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
e. Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan
bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman
data.
f. Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta
persetujuan tertulis dari konseli untuk
membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki
wewenang.
g. Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling
berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling
dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data
tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan.
Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.
4. Penelitian dan pelatihan
a. Persetujuan institusi atau lembaga, jika konselor
akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai bagian dari
perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
b. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian,
konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya
jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.
5. Konsultasi
a. Perjanjian, jika konselor memberikan konsultasi
terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak lain, konselor membuat
perjanjian dengan setiap individu-individu yang terlibat, dengan memberitahukan
bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya kepada setiap individu
dan menjelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kerahasian tersebut
dibocorkan ke pihak lain..
b. Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi, konselor
memberikan konsultasi ataupun mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan
professional hanya kepada pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga
kerahasiaan identitas konseli.
BAB IV
EVALUASI, ASESMEN DAN INTERPRETASI
Konselor menggunakan instrument asesmen
sebagai salah satu komponen dari proses konseli dengan disesuaikan pada pribadi
konseli dan budaya yang dimiliki. Konselor berusaha menciptakan kebermaknaan
dari konseli atau kelompok konseli dengan membangun dan menggunakan instrument
asesmen pendidikan, psikologi dan karir.
1. Asesmen
Tujuan utama dari asesmen karir,
psikologi dan pendidikan adalah untuk menyediakan pengukuran yang valid dan
reliable, dalam rangka memperoleh data yang akurat mengenai konseli dan
lingkungannya. Assesmen yang dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran
bakat, kepribadian, minat, dan intelegensi.
2. Kesejahteraan konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk
menyalahgunakan hasil asesmen dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah
terjadinya penyalahgunaan. Konselor harus menghormati hak konseli untuk
mengetahui hasil dan interpretasi yang dibuat, dan melihat keputusan dan
rekomendasi yang dibuat konseli.
a. Kompetensi dalam menggunakan dan
menginterpretasi instrumen asesmen meliputi:
1) Pemahaman terhadap keterbatasan kompetensi
2) Pemahaman terhadap penggunaan hasil asesmen secara
tepat
3) Pengambilan keputusan yang berbasis hasil asesmen
b. Pemberian ijin memberi informasi dalam
asesmen dilakukan dengan:
a. Memberikan penjelasan kepada konseli
b. Memberikan penjelasan kepada penerima hasil
BAB V
PELANGGARAN
TERHADAP KODE ETIK
A.
Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan
perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat
bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri,
konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan
mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan
Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X,
Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat
propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING
INDONESIA.
(2) Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan
Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi
pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar
atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan
dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan
bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam
perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
B.
Bentuk
Pelanggaran
1.
Terhadap Konseli
a. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli
b.
Melakukan perbuatan asusila
(pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan tindak kekerasan
(fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.
Kesalahan dalam melakukan
pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2.
Terhadap Organisasi
Profesi
a.
Tidak mengikuti kebijakan dan
aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.
Mencemarkan nama baik profesi
(menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
3.
Terhadap Rekan
Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
a.
Melakukan tindakan yang
menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
b.
Melakukan referal kepada pihak
yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.
C.
Sangsi
Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode
etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode
etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai
berikut.
1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
2. Memberikan peringatan keras secara tertulis
3. Pencabutan keanggotan ABKIN
4. Pencabutan lisensi
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan
pada pihak yang berwenang.
D.
Mekanisme Penerapan
Sangsi
Apabila terjadi pelanggaran
seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1.
Mendapatkan pengaduan dan
informasi dari konseli dan atau masyarakat
2.
Pengaduan disampaikan kepada
dewan kode etik di tingkat daerah
3.
Apabila pelanggaran yang
dilakukan masih relatif ringan maka
penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4.
Pemanggilan konselor yang
bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau
masyarakat.
5.
Apabila berdasarkan hasil
verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya
maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.
0 comments:
Post a Comment